Setelah sekian lama berinteraksi dalam belajar-mengajar, Syaikh Utsman melihat potensi besar pada diri Sayyid Ahmad. Syaikh Utsman mulai mengerti makna ta’bir mimpinya. Ia berkata kepada Sayyid Ahmad, “Insya Allah, kamulah pohon yang aku lihat dalam mimpiku. Darimulah akan menyebar ilmu syari’at hingga akhir zaman.”
Tersebar ke berbagai PenjuruSayyid Ahmad bin Zaini Dahlan sangat dikenal kealiman dan kewara‘annya, sehingga ia memperoleh berbagai gelar dan julukan yang disampaikan para ulama sezamannya, di antaranya Al-Imam Al-Ajal (Imam pada Waktunya), Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Awanihi (Yang Terbaik Satu-satunya di Masanya), Syaikhul-‘Ilm wa Hamilu liwa‘ihi (Guru Besar Pengetahuan dan Pembawa Benderanya), Al-Hafizh wa Kawakibu Sama‘ihi (Penjaga Al-Qur’an dan Hadits serta Bintang-bintang Langitnya), dan Ka’batul Muridin wa Murabbis Salikin (Tumpuan para Murid dan Pendidik para Salik). Sekalipun demikian, ia seorang yang rendah hati dan wira‘i.
Sayyid Ahmad memiliki banyak murid yang tersebar ke berbagai penjuru dunia Islam. Di antaranya yang dapat disebut di sini ialah Sayyid Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi, pengarang kitab I’anah ath-Thalibin syarh Fath al-Mu’in, karya Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Sayyid Al-Quthb Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas dan Sayyid Abdullah Az-Zawawi Mufti Syafi‘iyyah Makkah juga termasuk di antara murid-muridnya.
Sedangkan ulama-ulama Nusantara yang menjadi murid ulama besar Makkah ini, antara lain, Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani, Syaikh Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi, Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani, Kiai Haji Muhammad Saleh Darat Semarang, Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah Al-Minangkabawi, Sayyid Utsman Bin Yahya Mufti Betawi, Hadhratusy Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari pendiri NU, Sayyid Abdurrahman Alaydrus (Tok Ku Paloh), Tuan Guru Husein Kedah, Syaikh Ahmad Yunus Lingga, Datuk Haji Ahmad Brunei, Syaikh Wan Muhammad Zainal Abidin Al-Fathani (Tok Wan Din), Syaikh Abdul Qadir Al-Fathani, Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikhona Kiai Muhammad Cholil Madura, Haji Utsman bin Abdullah Al-Minangkabawi Kadi Kuala Lumpur, Syaikh Arsyad Thawil Al-Bantani, Syaikh Muhammad bin Syaikh Abdul Qadir Al-Fathani, Tuan Kisa‘i Syaikh Muhammad Amrullah Al-Minangkabawi (kakek Buya Hamka), Syaikh Utsman Sarawak, Syaikh Abdul Wahab Rokan.
Di samping itu, banyak di kalangan ahli ilmu dan ulama sezaman dengannya menjadikan Sayyid Ahmad sebagai guru serta memohon ijazah darinya. Di antara mereka ialah Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Thayyib An-Naifar, Syaikh Muhammad Al-Makki Azzuz, Syaikh Muhammad Said bin Muhammad Salim Babashil, Sayyid Salim Al-‘Aidarus, Syaikh Ahmad bin Utsman Al-‘Aththar, Syaikh Muhammad Zhahir Al-Watari, Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Barzanji, Al-Imam Muhammad bin Ibrahim As-Saqa.
Karya yang Berkualitas
Di sela-sela kesibukannya mengajar dan berdakwah, Sayyid Ahmad juga produktif menghasilkan karya yang berkualitas. Di antara kitab-kitab karyanya adalah Taysir al-Ushul wa Tashil al-Wushul, sebuah kitab berisi ringkasan kitab Risalah al-Qusyairiyyah. Ia juga mensyarah Minhaj al-‘Abidin, karya Hujjatul Islam Al-Imam Al-Ghazali, dengan karya yang berjudul Tanbih al-Ghafilin, dan Al-Lujain al-Masbuq, yang merupakan syarah atas salah satu bab dari kitab Ihya ‘Ulumiddin.
Dalam bidang tarikh, karya-karyanya di antaranya berjudul As-Sirah an-Nabawiyyah, Al-Futuhat al-Islamiyyah, Al-Fath al-Mubin fi Sirah Khulafa ar-Rasyidin wa Ahl al-Bayt ath-Thahirin, Mukhtashar Al-Masyra‘ ar-Rawi, Ad-Durr ats-Tsamin, Baha‘ al-’Ayn fi Bina‘ al-Ka’bah wa Ma‘atsar al-Haramain, Irsyad al-’Ibad fi Fadhail al-Jihad, Ad-Durar as-Saniyyah Fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah, Asna al-Mathalib fi Najat Abi Thalib.
Dalam bidang tauhid ia menulis kitab Fath al-Jawwad al-Mannan, sebuah kitab syarah dari kitab Faydh ar-Rahman, dan sebuah risalah yang membahas perbedaan mendasar antara paham Ahlussunnah dan selainnya.
Dalam bidang ilmu gramatika bahasa Arab, ia menulis kitab Syarh Mukhtashar Jiddan atas Matn Al-Ajrumiyah, Syarh Alfiyah Ibn Malik, dan sebuah risalah yang membahas bacaan basmalah.
Tentang kitab Syarh Mukhtashar Jiddan, yang sangat membumi, itu ditulisnya saat ia berada di Thaif, tengah berziarah di Masjid Sayyidina Abdullah bin Abbas RA, pada tahun 1291 H/1874 M, dalam waktu yang cukup singkat. Di kemudian hari, karya ini banyak diberi komentar (hasyiyah) oleh para ulama pesantren di Indonesia, di antaranya oleh Syaikh K.H. Muhammad Ma‘shum bin Salim As-Samarani dengan kitabnya yang berjudul Tasywiq al-Khillan.
Pada bidang fiqih ia menulis hasyiyah kitab Matn az-Zubad, karya Ibn Ruslan, dan hasyiyah kitab Mukhtashar al-Idhah. Ia mempunyai risalah khusus yang berisi shighat (redaksi) shalawat yang disusunnya tersendiri.
Ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah, kitabnya yang lain, adalah kitab yang sangat penting. Hujjah-hujjah yang disampaikannya mengenai kekeliruan Wahhabiyah telah menimbulkan tentangan keras dari kelompok Wahhabi yang marah dan murka kepadanya. Di antara isi kitab ini ialah penjelasan mengenai hukum ziarah Nabi SAW, hukum tawasul, hukum istighatsah, hukum tabarruk, yang selama itu menjadi titik masalah kaum Wahhabi dengan pentakfiran dan pembid’ahan kepada mereka yang berselisih pandangan dengan mereka. Dalam pada itu, Sayyid Ahmad Dahlan juga membeberkan sejarah Wahhabi, kekeliruan pandangan dan gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab, serta penolakan ulama terhadapnya.
Karya-karyanya lainnya yaitu Tarikh Duwal al-Islamiyyah, Khulashah al-Kalam fi Umara‘ al-Balad al-Haram, Hasyiyah Matn as-Samarqandi, Risalah al-Isti‘arat, Risalah I’rab Ja‘a Zaidun, Risalah al-Bayyinat, Risalah fi Fadha‘il ash-Shalah, Al-Fawa‘id az- Zainiyyah Syarh Alfiyyah as-Suyuthi, dan Manhal al-‘Athsyan.
Telah Diisyaratkan Setahun sebelumnya
Sewaktu merasa tak mampu lagi bepergian jauh, ia menugasi beberapa murid untuk menggantikannya mengajar, terutama yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Di bawah bimbingannya, tercatat sekitar 800 anak belia penduduk pelosok Arab berhasil hafal Al-Qur’an. Sebagian lainnya memfokuskan diri mempelajari ilmu fiqih dan ilmu lughah.
Setelah mengabdi sebagai pelayan bagi para penuntut ilmu di Makkah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan hijrah ke Madinah, tepatnya pada akhir bulan Dzulhijjah tahun 1303 H/1885 M. Maksud kepindahannya ialah hendak bermukim beberapa lama sambil mengajar di sana. Namun juga tidak dapat dipungkiri, di antara alasan kepindahannya ke Madinah ialah karena suasana di Makkah kurang aman baginya, lantaran propaganda gerakan Wahhabi yang makin memusuhi ulama-ulama Sunni. Di Kota Nabi Madinah, ia lebih dapat memfokuskan dirinya untuk beribadah semata. Tiap pagi dan sore, secara rutin ia menziarahi makam datuknya, Rasulullah SAW.
Pada malam Ahad, 4 Shafar Al-Khair 1304 H/1886 M, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan Al-Hasani wafat. Ia dimakamkan di Pekuburan Baqi’ al-Gharqad, berkumpul bersama datuk-datuknya dari kalangan Ahlul Bayt. Konon, perihal wafat dan tempat wafat Sayyid Ahmad telah diisyaratkan oleh Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Bin Syihab melalui bait-bait syair yang diberikannya kepada Sayyid Ahmad sendiri, setahun sebelum Sayyid Ahmad meninggal.
AB
Pasang iklan dilihat
ribuan orang? klik > murah dan tepat sasaran">Serbuanads >> MURAH dan TEPAT SASARAN
No comments:
Post a Comment