Sunday, October 6, 2013

Mengapa Ahok Dikait-kaitkan dengan D.N. Aidit?

www.majalah-alkisah.comJika beradu pendapat, mestinya ya beradu argumentasi yang terkait dengan perbedaan pendapat itu. Menyerang pribadi jelas tindakan yang tidak fair. Apalagi berusaha mengait-ngaitkan Ahok dengan D.N. Aidit, tokoh PKI, dengan alasan yang begitu lemah, seperti kesamaan daerah asal, kesamaan karier politik, bahkan kesamaan gaya bicara.

Penetapan Lurah Susan secara sepihak yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang ditentang warga dan tanpa mempedulikan aspirasi masyarakat, mengingatkan kita pada gaya pemerintahan Soekarno (1960-1965). Pada akhir-akhir rezim demokrasi terpimpin, Soekarno mengangkat Ketua Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (CC-PKI), D.N. Aidit, sebagai wakil ketua MPRS dengan kedudukan sebagai menteri dalam Kabinet Kerja III masa kerja 6 Maret 1962-13 November 1963. Kemudian diangkat lagi menjadi wakil ketua MPRS dalam Kabinet Dwikora I masa kerja 27 Agustus 1964-22 Februari 1966.

Sekalipun pengangkatan D.N. Aidit sebagai wakil ketua MPRS mendapat protes dari Angkatan Darat dan partai Islam, Soekarno tetap memaksakan kehendaknya untuk mengangkat pimpinan PKI itu sebagai menteri.

Siapakah DN Aidit? Aslinya bernama Achmad Aidit, dipanggil Amat. Ayahnya bernama Abdullah Aidit. Di belakang hari si Amat ini mengubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit, yang lebih dikenal dengan D.N. Aidit. Ia lahir di Tanjung Pandan, Belitung, 30 Juli 1923. Ia sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung.

Apakah Ahok memiliki benang merah ideologis dengan D.N. Aidit, sebagaimana ia juga mengaku anak ideologis Bung Karno? Belum ada data yang jelas mengenai hal itu. Tetapi yang pasti, Ahok berasal dari daerah yang sama dengan Aidit, dan memiliki kesamaan karier politik sebagai anggota DPR. Pernyataan keras dan kasar yang menjadi ciri khas Ahok hampir sama dengan gaya D.N. Aidit, yang provokatif.

Ahok sendiri aslinya bernama Zhong Wan Xie, dan sekarang menjadi Basuki Tjahaja Purnama. Ia lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966. Tahun 2009-2014,  ia menjadi anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.

Siapa pun boleh mengaku pengikut Bung Karno atau putra ideologis sang proklamator. Akan tetapi, berlindung di balik nama besar Soekarno untuk tujuan komunisme dan Kristenisasi, atau perang ideologi di Indonesia, jelas melanggar UUD 1945.

Sikap dan tindakan Jokowi yang pasang badan mempertahankan Lurah Susan, dan menganggap penolakan warga berdasarkan agama bukan hal penting dan tidak perlu dihargai, membuat gerah. Tanpa disadari, Jokowi telah memposisikan diri sebagai sosok anti Islam di Indonesia. Demikian antara lain ditulis oleh Ustadz Irfan S. Awwas, ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, di arrahmah.com

Bukan Pemaksaan Kehendak

Ada beberapa hal yang akan saya tanggapi dari pernyataan Ustadz Irfan S. Awwas di atas.

Pertama, kata-kata “Penetapan Lurah Susan secara sepihak yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo,….”

Lurah itu PNS. Adalah pemerintah daerah yang berhak mengangkat dan memberhentikannya. Sebelum mengangkat lurah, pemda tak berkewajiban untuk meminta persetujuan masyarakat kelurahan tempat si lurah ditempatkan. Beda dengan kepala desa. Kepala desa itu hasil pemilihan warga desanya. Kepala desa dapat diberhentikan atas usul pemimpin Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati atau wali kota melalui camat berdasarkan keputusan musyawarah Badan Permusyawaratan Desa.

Jadi, kata-kata “Penetapan Lurah Susan secara sepihak yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo,….” adalah pernyataan yang tidak berdasar.

Kedua, jika beradu pendapat, mestinya ya beradu argumentasi yang terkait dengan perbedaan pendapat itu. Menyerang pribadi jelas tindakan yang tidak fair. Apalagi berusaha mengait-ngaitkan Bapak Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dengan D.N. Aidit, tokoh PKI, dengan alasan yang begitu lemah, seperti kesamaan daerah asal, Belitung, kesamaan karier politik, anggota DPR, bahkan kesamaan gaya bicara, keras.

Ketiga, “Siapa pun boleh mengaku pengikut Bung Karno atau putra ideologis sang proklamator. Akan tetapi, berlindung di balik nama besar Soekarno untuk tujuan komunisme dan Kristenisasi, atau perang ideologi di Indonesia, jelas melanggar UUD 1945”.

Siapa yang dimaksud di sini? Ini sangat tendensius. Apakah Ahok yang dimaksud di sini? Dari berbagai pernyataannya, justru Bapak Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama, itu sangat anti komunisme.

Kemudian, apakah penetapan Lurah Susan, yang beragama Kristen, di LA, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, berarti Kristenisasi? Wah, wah, wah… menurut saya kok terlalu jauh.

Apalagi perang ideologi. Ideologi apa yang akan dijual oleh Lurah Susan? Hanya satu ideologi yang akan disosialisasikan oleh Lurah Susan, sebagai aparat pemerintah daerah, yakni ideologi Pancasila.

Ketiga, “Sikap dan tindakan Jokowi yang pasang badan mempertahankan Lurah Susan, dan menganggap penolakan warga berdasarkan agama bukan hal penting dan tidak perlu dihargai, membuat gerah. Tanpa disadari, Jokowi telah memposisikan diri sebagai sosok anti Islam di Indonesia”.

Mempertahankan Lurah Susan itu adalah hak Jokowi, sebagai umara, gubernur DKI, sedang Islam  adalah agama yang menghargai hak umara. Maka, pernyataan “Jokowi telah memposisikan diri sebagai sosok anti Islam di Indonesia” tidak benar sama sekali.

Keempat, “Apakah Jokowi hendak menghidupkan gaya politik ala Soekarno, yang suka memaksakan kehendak?”

Bukannya terbalik? Menempatkan Lurah Susan itu adalah hak Jokowi, sebagai gubernur DKI. Nah, mereka yang terus-menerus berdemo menolak penempatan Lurah Susan tersebut itulah yang memaksakan kehendak.

Mestinya, ketika Pemda DKI sudah menjelaskan bahwa Lurah Susan akan tetap dipertahankan, ya demo-demo itu berhenti. Tapi yang terjadi, demo terus berlangsung. Bukankah ini pemaksaan kehendak? Jadi, bukan Jokowi-lah yang memaksakan kehendak.

ES


Pasang iklan dilihat ribuan orang? klik > murah dan tepat sasaran">Serbuanads >> MURAH dan TEPAT SASARAN

No comments:

Post a Comment