Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pak Ustadz, perkenalkan saya Eka dari Purwakarta. Alhamdulillah, saya baru saja melahirkan putri pertama saya dengan mudah sekitar satu bulan yang lalu. Kini, saya masih mengalami nifas, 20 hari pertama keluarnya deras sekali, lalu berangsur berkurang, bahkan cenderung berhenti, akan tetapi tak lama kemudian keluar lagi.
Dengan kondisi yang sedemikian, saya pun jadi bingung seputar hukum nifas saya itu. Karenanya dalam kesempatan ini perkenankan saya bertanya beberapa hal sebagai berikut: Mungkinkah darah nifas keluar sebelum melahirkan? Saya menanyakan hal ini karena saya mengalaminya, Pak Ustadz. Lalu kapankah darah nifas berganti menjadi darah haidh, dan kapankah suami saya boleh menyetubuhi saya?
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
EkaPurwakarta
Wa ’alaikumussalam wr. wb.
Ibu Eka, sebelumnya saya ucapkan selamat atas kelahiran putri pertama Ibu, semoga kelak menjadi putri yang shalihah dan berbakti kepada kedua orangtua dan suaminya serta membawa kebahagiaan bagi keluarga Ibu Eka. Amin ya rabbal ’alamin....
Menilik pertanyaan Ibu, mungkin karena baru mengalami kelahiran pertama dan sebelumnya tidak mempelajari masalah ini secara mendalam (lewat mengaji, misalnya), pengetahuan Ibu seputar hukum nifas terbilang amat minim. Alhamdulillah, kemudian Ibu memilih untuk menanyakan hukum agama terkait masalah ini, tentunya ini menjadi teladan agar kita semua tak salah melangkah dalam hidup kita. Sebab, agama memang mengatur semua sendi kehidupan manusia, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, dari mulai urusan di dalam masjid sampai di kamar mandi, dari mulai dalam kehidupan bermasyarakat sampai urusan pribadi, dan seterusnya.
Definisi Nifas
Sebagai kata, arti nifas adalah melahirkan. Sedangkan menurut syar’i artinya adalah kumpulan darah haidh selama masa mengandung yang akan keluar setelah sempurna melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu hidup maupun mati. Dengan demikian, yang dihukumi darah nifas adalah yang terpenuhi di dalamnya empat syarat di bawah ini:
1. Keluarnya darah setelah sempurnanya melahirkan. Adapun yang keluar sebelum melahirkan, begitu pula yang keluar bersamaan dengan proses kelahiran, tidak dihukumi darah nifas, sebagaimana akan dijelaskan di bawah.
2. Keluarnya darah sebelum berlalunya masa lima belas hari semenjak melahirkan secara sempurna. Karena, jika darah itu keluar setelahnya, dihukumi darah haidh, jika memenuhi syarat, dan berarti dia tidak mengalami nifas.
3. Antara dua darah tidak terpisahkan masa lima belas hari. Jika dipisah masa itu, darah yang kedua bukan darah nifas, melainkan darah haidh, jika memenuhi syarat.
4. Darah yang keluar semuanya dalam masa 60 hari. Jika darah itu keluar setelah 60 hari, bukan darah nifas, melainkan darah istihadhah.
Masa Nifas
Paling singkat (cepat) masa nifas adalah sekadar setetes, dan paling lamanya adalah 60 hari, sedangkan umumnya seorang wanita mengeluarkan darah nifas selama 40 hari, semua ini berdasarkan penelitian mendalam yang dilakukan Imam Syafi’i RA. Masa nifas dihitung mulai setelah keluar tubuh bayi secara keseluruhan, bukan dihitung mulai keluarnya darah, akan tetapi hukum nifas berlaku padanya setelah mengeluarkan darah. Sedangkan waktu antara lahirnya bayi dan keluarnya darah dihukumi masa suci, maka wajib baginya shalat, boleh dijima’ (dikumpuli oleh suami), dan sebagainya.
Contohnya, seorang ibu setelah melahirkan tidak mengeluarkan darah, satu hari setelah itu dia mengeluarkan darah, maka wajib baginya melakukan shalat pada hari yang kosong dari darah dan boleh bagi suaminya untuk menggaulinya (jima’) karena pada hari itu adalah masa suci ibu tersebut.
Contoh lainnya, seorang ibu setelah melahirkan tidak mengeluarkan darah sampai 10 hari, setelah itu dia mengeluarkan darah, maka 10 hari itu dihitung termasuk 60 hari, akan tetapi dihukumi masa suci. Hukum nifas ditetapkan setelah mengeluarkan darah, sehingga jika seumpama dia mengeluarkan darah lebih dari 50 hari, dihukumi istihadhah karena terhitung dari melahirkan lebih dari 60 hari.
Adapun darah yang keluar bersamaan dengan keluarnya anak, seperti yang Ibu Eka tanyakan, tidak dihukumi sebagai darah nifas, akan tetapi dapat diperinci sebagai berikut:
l Apabila darah tersebut bersambung dengan darah haidh sebelumnya, darah tersebut dihukumi darah haidh, karena menurut pendapat yang kuat wanita hamil berkemungkinan untuk mengeluarkan darah haidh, jika memenuhi syarat tentunya.
l Apabila darah tersebut tidak bersambung dengan darah haidh sebelumnya, darah tersebut dihukumi darah fasad (penyakit), atau yang dinamakan oleh fuqaha’ sebagai darah thalq (darah ketuban). Contoh, seorang ibu dua hari sebelum melahirkan mengeluarkan darah haidh karena menurut pendapat yang mu’tamad seorang wanita hamil bisa juga mengeluarkan darah haidh jika memenuhi syarat, dan ketika melahirkan bersamaan dengan keluarnya bayi, dia juga mengeluarkan darah, darah tersebut dihukumi darah haidh, sebab dia belum melahirkan anak dengan sempurna, sedangkan darah nifas dimulai setelah lahirnya anak dari rahim ibunya dengan sempurna.
Masa Suci antara Nifas dan Haidh
Sebagaimana masa suci antara dua haidh adalah 15 hari 15 malam, begitu pula di antara nifas dan haidh. Maka jika darah nifas berhenti selama 15 hari, lalu keluar lagi, darah yang kedua adalah darah haidh, karena sudah dipisah masa 15 hari; dan jika masa yang kosong dari darah kurang 15 hari, darah yang keluar masih dihukumi darah nifas, selama hal itu dalam masa nifas (yaitu dalam rentang waktu 60 hari dari melahirkan). Adapun jika sebagiannya keluar bukan pada nifas, yang keluar dalam masa nifas dihukumi darah nifas sedangkan yang bukan pada masa nifas dihukumi masa haidh, jika memenuhi syarat.
Lebih jelasnya simak contoh-contoh berikut ini:
Contoh1: Jika ada seorang wanita yang baru melahirkan mengeluarkan darah selama sehari-semalam, kemudian berhenti, dan keluar lagi setelah 15 hari, darah pertama dihukumi darah nifas dan darah di hari ke-15 dihukumi darah haidh, sedangkan hari-hari di antara keduanya adalah masa sucinya. Begitu pula jika sama sekali tidak mengeluarkan darah setelah melahirkan sampai melebihi 15 hari, maka semuanya adalah masa sucinya, sedangkan darah yang keluar setelah itu dihukumi darah haidh. Apabila hal ini terjadi pada seorang wanita, berarti wanita tersebut tidak mengalami nifas.
Contoh 2: Jika ada seorang wanita mengeluarkan darah selama 55 hari setelah melahirkan lalu setelah sepuluh hari mengeluarkan darah lagi, yang 55 hari semenjak melahirkan dihukumi darah nifas sedangkan darah yang keluar kedua yaitu tepatnya pada hari ke 65 dari melahirkan dihukumi darah haidh walaupun belum dipisah masa 15 hari, karena darah yang kedua keluar bukan pada masa nifas sehingga tidak disyaratkan pemisah antara keduanya masa 15 hari kosong dari darah.
Kapan Boleh Berkumpul?
Jika seorang wanita yang mengeluarkan darah nifas mendapati darahnya berhenti, berarti dia telah suci (dapat diketahui dengan memasukkan kapas ke dalam kemaluannya dan pada kenyataannya kapas itu bersih tidak ada noda darah sama sekali, maka dia telah dihukumi suci, baik terjadi setelah berlalu paling singkatnya masa nifas, umumnya, atau paling lamanya masa nifas). Karena dia dihukumi telah suci dari nifasnya, boleh bagi suaminya untuk menyetubuhinya. Akan tetapi jika dia takut akan kembali darahnya, sunnah untuk tidak melakukannya
. Dan jika setelah menyetubuhinya darahnya keluar lagi, tidak berdosa karenanya.
Demikian, semoga penjelasan di atas dapat dimengerti oleh Ibu Eka dan segenap pembaca alKisah yang budiman. Wallahu a’lam bishshawwab.
Fiqhun-Nissa’
Diasuh oleh: Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I.
Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur
IY
Pasang iklan dilihat ribuan orang? klik > murah dan tepat sasaran">Serbuanads >> MURAH dan TEPAT SASARAN
No comments:
Post a Comment